Konflik Kepentingan di Inalum
Pemerintah diminta tidak memperpanjang kontrak proyek PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang akan jatuh tempo pada 2012. Pemerintah sebaiknya mengambil alih dan menyerahkan kelanjutan proyek itu kepada BUMN atau swasta Indonesia yang mampu.
Ketua Komite Kemanusiaan Indonesia, yang juga mantan anggota DPR RI, Suripto menjelaskan , persoalan pengambil alihan PT Inalum, seolah menjadi incaran semua kalangan. Pemerintah daerah dan pusat sama-sama ingin menguasai PT Inalum secara keseluruhan, walau anggaran tidak mencukupi. Akibatnya timbul kekhawatiran masing masing pihak akan akan mengajukan pinjaman pihak swasta maupun perusahaan asing. Dana segar dari perusahaan asing ini akan kembali menuai persoalan dimana kepentingan segelintir kalangan yang diperjuangkan bukan masyarakat .
Hal senada juga diungkapkan anggota DPRD Sumatera Utara dari F-PKS Hidayatullah. Bahkan menurutnya, pengambil alihan PT Inalum, sarat akan kepentingan politik dan berpotensi sebagai sumber korupsi.
Dari hasil rapat DPRD Sumatera Utara, Hidayatullah menuturkan bahwa pengelolaan inalum kembali ke Indonesia merupakan harga mati. Pengelolaan bisa saja oleh pemerintah daerah dengan dukungan pemerintah pusat. Akan tetapi harus ada keinginan yang kuat untuk menekan budaya korupsi itu sendiri.
Disisi lain, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, Marwan Batubara mengungkapkan banyak nya kasus perusahaan asing yang tidak mampu mensejahterakan masyarakat sekitar daerah pengelolaan. Misalnya Newmont, yang akhirnya hanya menuai konflik dengan masyarakat.
Menjawab persoalan ini Plt Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujonugroho menegaskan, bahwa pengelolaan Inalum akan berada di bawah kendali pemerintah propinsi, dengan dukungan 10 kabupaten kota yang ada disekeliling nya. Persoalan anggaran yang masih kurang akan dipinjam dari beberapa lembaga keuangan, BUMN dan perbankan. Apabila memungkinkan akan diadakan kerjasama yang positif dengan pemerintah pusat .
You have to be logged in to post comments